Kami menilai koalisi politik para kontestan Pemilu 2009 lebih didasarkan pada upaya memenangkan kekuasaan semata tanpa diiringi dengan komitmen penegakan HAM yang menjadi elemen dasar demokrasi. Majunya Prabowo dan Wiranto sebagai kontestan Pilpres dalam Pemilu 2009 adalah wujud dari rendahnya komitmen koalisi aktor politik terhadap penegakan HAM itu sendiri. Hal ini mengingat kedua orang itu adalah individu yang diduga kuat bertangungjawab atas terjadinya kejahatan berat HAM di masa lalu; Penculikan Aktivis, kasus Trisakti, Semanggi I dan II, Kerusuhan Mei ’98 dan kasus Timor Timur. Semua kasus ini merupakan horor terhadap kemanusiaan di mana pengakuan akan suatu pertanggungjawaban merupakan harga mati.
Sebagai negara hukum, peradilan untuk menuntaskan kasus-kasus tersebut adalah keharusan. Impunitas adalah harus diakhiri dalam suatu sistem politik demokrasi. Sebab, praktek impunitas tidak hanya menunjukkan bagaimana secara moral negara gagal mewujudkan akuntabilitasnya, namun juga secara politik akan membahayakan arah transisi demokrasi ke depan. Di titik ini Pemerintahan SBY-JK beserta parlemen berkontribusi besar terhadap langgengnya kejahatan itu sendiri karena hingga hampir di akhir periodenya, mekanisme pertanggungjawaban negara masih absen.
Situasi demikian telah menempatkan demokrasi berada dipersimpangan makna. Politik pemilu 2009 tidak lebih hanya sebagai sarana untuk melindungi kejahatan HAM yang terjadi dan juga memperkukuh bangunan impunitas yang telah terpelihara.
Kami mengecam otoritas negara yang secara sengaja melanggengkan impunitas dan juga mengecam kepada para politisi yang memberikan ruang kepada individu yang diduga kuat bertangungjawab atas terjadinya kejahatan HAM berat di masa lalu sebagai pasangan kandidat wakil presiden.
Kami meminta kepada publik untuk secara seksama memperhatikan track record dan komitmen HAM para kontestan pemilu 2009. Dengan menjadikan HAM sebagai dasar pertimbangan dalam memilih pada pemilu 2009-lah demokrasi kita menjadi selamat. Menolak mereka untuk menjadi pejabat publik dalam pemilu merupakan suatu pilihan di tengah-tengah terjadinya ‘impunity gap´. Publik harus sadar bahwa melupakan kejahatan di masa lalu akan membiarkan kejahatan serupa berulang dan mengabaikan jejak rekam para pejahat HAM membuat mereka tidak merasa jera.
Jakarta, 19 Mei 2009
Koalisi Pejuang HAM Indonesia
sumber: www.kontras.org