Pernyataan INFID atas Pidato Presiden RI tentang RUU APBN 2010
Pidato Presiden Republik Indonesia pada penyampaian pengantar/keterangan pemerintah atas RUU APBN tahun 2010 di depan rapat paripurna luar biasa Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia pada tanggal 3 Agustus 2009 secara eksplisit menggambarkan beberapa hal penting yang perlu dicermati secara teliti.
Pertama-tama patut diapresiasi bahwa pidato Presiden RI kali ini memberi harapan yang cukup positif dalam hal bahwa APBN 2010 disusun di atas kerangka results-based (pemerintah menetapkan beberapa oucome penting yang hendak dicapai tahun 2010). Pemerintah telah menetapkan target yang cukup jelas dan spesifik yang harus dicapai dalam tahun 2010 dengan memperhitungkan dana yang dialokasikan, meskipun pengalaman menunjukkan bahwa pemerintah tidak berhasil memenuhi target yang dirumuskannya sendiri.
Pemerintah juga terus melangkah secara sistematis melakukan reformasi birokrasi yang selalu disoroti selama ini sebagai salah satu indikator yang menyebabkan rendahnya ranking Indonesia dalam survey index persepsi korupsi. Dari sisi lain reformasi birokrasi diharapkan dapat membantu mewujudkan peran utama negara dalam memberikan pelayanan publik yang lebih bertanggungjawab dan profesional, serta bisa menurunkan biaya negara yang eksesif tanpa hasil guna.
Namun pemerintah juga dengan tegas tidak akan keluar dari skema utang luar negeri. Perlu dicatat bahwa meskipun Indonesia tidak lagi berada di bawah supervisi IMF dan tidak mau meminta bantuan IMF, masih ada lembaga-lembaga keuangan internasional yang justru memainkan peran besar dalam menentukan kebijakan-kebijakan pemerintah Indonesia. Pinjaman luar negeri untuk program, yakni untuk reformasi kebijakan, masih cukup besar. Ketika sistem renumerasi pegawai negeri pusat dan peningkatan kapasitas birokrasi pemerintah pusat sudah berjalan, pinjaman program yang dimaksudkan untuk reformasi kebijakan pemerintah patut dipertanyakan. Utang luar negeri untuk program selama ini dipakai sebagai pintu masuk bagi lembaga-lembaga keuangan internasional dan para kreditor untuk memaksakan kebijakannya untuk diadopsi oleh pemerintah Indonesia. Independensi Indonesia dari IMF menjadi tidak berarti ketika pemerintah masih bergantung pada pinjaman program yang sebagian besar dijalankan sendiri oleh kreditor terutama para ahli dari lembaga-lembaga keuangan internasional seperti Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia (ADB). Lebih parah lagi jika lembaga-lembaga keuangan ini membuka cabang-cabangnya sampai ke daerah-daerah dengan kamuflase lembaga pendukung desentralisasi atau pendukung pelaksanaan PNPM dan BOS, kebijakan pemerintah daerah akan diarahkan untuk memenuhi tuntutan dari para kreditor luar negeri dan menghilangkan peluang pemerintah daerah untuk mandiri dalam menyusun kebijakannya. Reformasi birokrasi dan penguatan pemerintah daerah seharusnya dilaksanakan sendiri oleh kekuatan dalam negeri tanpa dukungan utang program dari kreditor.
Tema utama pidato Presiden “Pemulihan Perekonomian Nasional dan Pemeliharaan Kesejahteraan Rakyat” menegaskan komitmen pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan kelompok masyarakat miskin dan rentan terhadap kemiskinan melalui berbagai proyek yang langsung mengenai sasaran kelompok miskin. sayangnya sebagian besar penanganan terhadap krisis bersifat sementara, menciptakan ketergantungan dan hanya diarahkan untuk meningkatkan konsumsi masyarakat dari pada upaya membangun kemandirian masyarakat yang berkelanjutan. Program-program seperti PNPM, BOS, PKH dan beras bersubsidi, jamkesmas adalah program-program yang bersifat penyeragaman dari pemerintah pusat. Program ini rentan penyelewengan, memiliki potensi tinggi menimbulkan konflik di daerah bagi mayarakat (antara mereka yang menerima dan tidak menerima bantuan) dan antara masyarakat yang tidak menerima dengan aparat pelaksana di tingkat terendah. Proyek-proyek pemerintah yang bersifat jangka pendek seperti PNPM, BOS, PKH dan sebagainya justru menghancurkan institusi lokal yang telah lama menopang penghidupan masyarakat lokal.
Komitmen tersebut akan kehilangan makna jika program pembangunan mendukung kesejahteraan rakyat miskin ini dibiayai oleh utang luar negeri, terlebih-lebih dipaksakan untuk dilaksanakan dengan dana pendamping dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Penegasan pemerintah untuk mendukung kelompok masyarakat miskin dan rentan terhadap kemiskinan seharusnya diletakkan dalam kerangka otonomi daerah sesuai UU No 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan di daerah. Yang menentukan bahwa urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah yakni urusan wajib dan urusan pilihan sebagaimana dinyatakan dalam UU Nomor 32/2004. Urusan wajib antara lain seperti pendidikan, kesehatan, fasilitas umum, fasilitas sosial, jaminan sosial, lingkungan hidup, administrasi kependudukan. Sedangkan urusan pilihan sesuai dengan potensi daerah seperti, pertambangan, pertanian, kehutanan, perkebunan, pariwisata dan perikanan. Penyeragaman proyek pengentasan kemiskinan seperti yang berlangsung selama 5 tahun ini adalah pengingkaran terhadap sistem pemerintahan yang telah diatur dalam UU Nomor 32/2004.
Dalam pidato ini pemerintah (Presiden) mengakui peran masyarakat sipil dalam mendukung pemantapan reformasi birokrasi dan hukum, serta pemantapan demokrasi dan keamanan nasional. Mendukung peningkatan efektivitas pelaksanaan organisasi masyarakat sipil sebagai salah satu pilar demokrasi sejalan dengan tuntutan global akan peran independen masyarakat sipil sebagai aktor pembangunan, watchdog dan kelompok yang menyuarakan kepentingan masyarakat secara langsung di luar mekanisme reguler pemilihan umum. Komitmen penguatan efektivitas organisasi masyarakat sipil ini penting untuk menjaga kualitas demokrasi, menjamin efektivitas pembangunan di tingkat lokal, dan menjamin transparansi dan akuntabilitas birokrasi dan pemerintahan, serta mendukung kinerja parlementer pada semua tingkatan.
Jika pemerintah konsisten dengan komitmen Pidato Presiden tersebut, maka tema “Pemulihan Perekonomian Nasional dan Pemeliharaan Kesejahteraan Rakyat” seyogyanya diimplementasikan dengan mengutamakan kekuatan dari dalam negeri, yakni dengan mengkonsolidasi semua kekuatan produktif dan potensial dalam negeri tanpa harus selalu menggantungkan diri pada kekuatan luar.
Menanggapi Pidato Presiden ini INFID mendesak pemerintah agar:
- Pemerintah seharusnya menggunakan situasi krisis ini sebagai moment untuk mengkonsolidasi kekuatan ekonomi dalam negeri, termasuk penataan pemanfaatan sumberdaya alam secara efisien dan berkelanjutan, dengan mengutamakan kepentingan nasional.
- Pemerintah mengkonsolidasi daerah untuk secara bersama konsisten dalam pengentasan kemiskinan dan peningkatan kualitas hidup keluarga-keluarga miskin.
- Pemerintah Pusat bersama-sama pemerintah daerah perlu mengambil langkah-langkah sistematis untuk mengembangkan strategi investing in investment, dengan melakukan saving yang lebih besar dari pendapatan hasil eksploitasi sumberdaya alam.
- Pemerintah perlu mengembangkan strategi untuk mengurangi ketergantungan pada negara-negara lain baik dalam hal pembiayaan pembangunan maupun dalam hal perdagangan.
- Dengan semakin tingginya pendapatan pegawai negeri terutama di pemerintah pusat, maka utang program dari luar negeri tidak diperlukan lagi dan seluruh program dalam pembuatan rancangan kebijakan dikerjakan sendiri oleh para ahli Indonesia, tanpa kehadiran ahli-ahli luar negeri yang tidak memiliki komitmen pada pembangunan Indonesia.
- Pemerintah perlu mengambil langkah-langkah kreatif untuk menghapus utang lama seperti melanjutkan upaya konversi utang luar negeri (debt swap) untuk tujuan-tujuan pembangunan di dalam negeri.
Jakarta, 3 Agustus 2009
Don K Marut
Direktur Eksekutif
Informasi lebih lanjut hubungi :
Dian Kartika Sari – Wakil Direktur (0816759865)
Wahyu Susilo – Kepala Divisi Jaringan dan Kampanye (08129307964)