Pemerintah Nasional Gagal Menegakkan Konstitusi

3
595

SIARAN PERS PENGESAHAN QANUN JINAYAT

Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) telah mengesahkan qanun tentang  Jinayat (hukum pidana materil) dan hukum acara Jinayat, Senin, 14 September 2009 dengan mengabaikan keberatan Pemerintah Daerah NAD dan masyarakat sipil Aceh dalam rancangan qanun. Kontroversi yang paling serius mencakup diadopsinya peningkatan jumlah cambuk atas suatu tindak pidana, kemunculan hukuman rajam dalam sistem hukum Indonesia, dan perluasan cakupan hukum Islam ke  jenis-jenis tindak pidana yang merupakan kewenangan hukum positif nasional. Komnas Perempuan menegaskan jenis hukuman cambuk dan rajam merupakan jenis penghukuman yang kejam, tidak manusiawi, merendahkan martabat manusia dan melanggar jaminan konstitusional sebagaimana tertera dalam Pasal 28 I (1) UUD 45.

Komnas Perempuan menegaskan bahwa munculnya qanun tentang jinayat dalam kerangka kebijakan Indonesia membuktikan kegagalan jajaran Pemerintah nasional yang mengemban kewajiban dan kewenangan untuk mengkaji dan mencegah adanya kebijakan-kebijakan daerah yang bertentangan dengan peraturan-perundangan nasional dan UUD Negara RI 1945. Keistimewaan Aceh, dan segala bentuk kekhasan daerah yang dicanangkan dalam peraturan-perundangan nasional, tidak bisa dijadikan landasan untuk membenarkan dan melembagakan diskriminasi dan perlakuan tidak manusiawi terhadap warga Negara Indonesia di manapun mereka berada.

Komnas Perempuan menekankan pentingnya institusi-institusi negara untuk mengambil langkah-langkah tegas demi penegakan jaminan-jaminan konstitusional bagi semua warga Negara RI, termasuk di Nanggroe Aceh Darussalam:

  1. Gubernur NAD melakukan penolakan pengesahan dan pengundangan qanun tersebut sebagai bentuk ketidaksetujuannya sebagaimana keberatan telah dikemukakan dalam sidang-sidang pembahasan rancangan qanun dengan anggota legislatif NAD, dan mendorong agar DPRD NAD melakukan pengkajian ulang secara substantif dan menyeluruh.
  2. Menteri Dalam Negeri meningkatkan efektifitas Departemen Dalam Negeri dalam mencegah lahirnya kebijakan-kebijakan daerah yang diskriminatif dan bertentangan dengan hukum nasional.
  3. Presiden RI mengambil tindakan politik dengan mengeluarkan Instruksi Presiden bagi para pejabat kementerian dan pemerintahan daerah untuk melakukan review komprehensif atas perda-perda diskriminatif dan inkonstitusional serta mengagendakan pencabutannya.

Kepada komunitas HAM dan pro-demokrasi Indonesia, Komnas Perempuan mendorong segera melancarkan upaya judicial review ke Mahkamah Konstitusi terhadap UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh yang dijadikan landasan hukum
bagi pengesahan di NAD.

Komnas Perempuan

Jakarta, 15 September 2009

Sumber: Milis Jurnal Perempuan, 17 September 2009

3 COMMENTS

  1. Entah,bukan saya ragu tapi saya bingung tuh,sepertinya hukuman pembunuhan lebih nyaman,sekali tebas mati dibanding berzinah.Bagaimana kalau korupsi yang jelas merugikan orang banyak?terus dimana posisi taubat nashuha?dalam riwayat ada seseorang yang tidak melalui qisos,taubat nasuha tetapi taubatnya diterima?

  2. jangan2 yg nglempar batu juga pezina, tapi kagak ketahuan. Memang manusia itu busuk!, maunya menghukum kesalahan orang lain, tapi kesalahan diri sendiri?
    Pengadilan atas nama apapun selama kualitas alat & pelaku penegak hukumnya miskin, hukum bisa diperjualbelikan. Dunia Islam perlu belajar pada negara2 barat (USA & eropa) dalam pencarian bukti kejahatan yg canggih & ilmiah, bukan berdasarkan bisikan jin.

  3. kalo menurut saya hukuman rajam itu memang kejam tapi kan merigankan penderitaan di hari akhir nanti ya seenggak"nya siksaan di akhirat dikurangi.

    ini cuma pendpat saya aja.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here