Hentikan Kekerasan! Selamatkan Kulon Progo dari Tambang PT JMI/ Australia

0
521

Siaran Pers JATAM, 23 Oktober 2009

Saat Presiden SBY dilantik kedua kalinya di Gedung Senayan, kekerasan justru dilakukan Polisi terhadap aksi warga pesisir Kulon Progo, menolak PT Jogja Mangasa Iron/ Australia. Perusahaan asing ini akan mengeruk pantai selatan Kulon Progo, Yogjakarta. Akibat kekerasan, ada 41 orang menderita luka-luka. Kejadian ini, bukti pemerintah Kabupaten Kulon Progo maupun Gubernur Yogyakarta mengutamakan kepentingan investor asing, dibanding nasib warga yang sejak dulu hidup dari lahan pertanian gumuk pasir.

Pada 20 Oktober 2009, ribuan warga pesisir Kulon Progo mendatangi kantor Pemda Kabupaten Kulon Progo. Mereka menolak konsultasi publik yang dilakukan PT JMI dan menyatakan menolak rencana tambang itu. Warga menganggap konsultasi hanya sebuah proses yang akan melegitimasi perusahaan meneruskan tambangnya, yang sudah berkali-kali ditolak warga.

PT. Jogja Mangasa Iron (JMI) mendapatkan Kontrak Karya yang kontroversial pada 4 Nopember 2008, saat DPR Senayan sedang menggodok Rancangan Undang Undang Mineral dan Batubara. Bagai menjilat ludah sendiri, mereka mengkritik keras model Kontrak Karya dalam UU No 11 tahun 1967, tetapi malah meloloskan Kontrak Karya PT JMI, sebulan sebelum UU baru disahkan.

Sebanyak 70 persen saham PT JMI dimiliki Indo Mine Ltd asal Australia. Mereka akan membongkar kawasan pantai sepanjang 22 Kilometer dan lebar 1,8 Km dari bibir pantai pesisir pantai selatan Kulon Progo dan Kali Bogowoto, Yogjakarta. Pengerukan pasir besi ini mengancam 123.601 petani dan nelayan, yang akan tersingkir dan kehilangan mata pencaharian mereka yang hidup disana sejak puluhan tahun.

Ancaman pasti lainnya jika PT JMI dibiarkan menambang adalah abrasi luar biasa. Sebab kawasan pesisir pantai Kulon Progo ini berhadapan langsung dengan Samudera Hindia. Jika ekosistemnya dirusak, hempasan ombak dan angin laut akan semakin kuat menghantam daratan. Belum lagi resiko bencana karena kawasan ini rawan gempa dan Tsunami.

Jika diteruskan rencana pengerukan pasir besi akan memusnahkan ekosistem unik, Gumuk Pasir bergerak Kulon Progo, yang juga jalur melintasnya burung-burung migran. Ahli tanah Fakultas Pertanian UGM, Dr Dja’far Shiddieq, menyebutkan gumuk pasir pantai selatan Jogjakarta – termasuk Kulon Progo, merupakan satu dari tiga ekosistem gumuk pasir bergerak di dunia.

Ironisnya, keresahan warga tak menjadi perhatian pemerintah setempat. Berkali-kali warga melakukan aksi penolakan, tapi pemerintah setempat ngotot mengatakan tambang akan mensejahterakan. Padahal fakta berbicara, tak ada satupun pertambangan skala besar yang mensejahterakan warga sekitarnya, khususnya tambang yang dimiliki perusahaan Australia. Sebut saja, tambang PT Freeport di Papua, Strait Resources dan Rio Tinto di Kalimantan, Laverton Gold Di Sumatera. Warga di sekitar tambang harus jatuh bangun menghadapi berbagai tekanan, pelanggaran HAM dan pemiskinan, yang berlangsung hingga saat ini.

“JATAM menyatakan protes keras terhadap kekerasan yang dilakukan Polisi untuk mengamankan PT JMI. Pemerintah setempat, harusnya menggunakan akal sehat. Mati-matian mendukung PT JMI akan menggali lubang kemiskinan bagi rakyatnya sendiri. Sebab industri pertambangan akan menghadirkan ekonomi yang rapuh, berjangka pendek, bergantung pada pasar dan mengancam keselamatan warga. Itu tak ada artinya dibanding ekonomi berkelanjutan yang telah dibangun warga Kulon Progo di atas lahan gumuk, sejak puluhan tahun lalu’, ungkap Siti Maemunah, Koordinator Nasional JATAM.

JATAM mendukung penolakan warga Kulon Progo terhadap tambang pasir besi. Kekerasan yang terjadi pertanda tambang tersebut akan mengancam keselamatan warga. JATAM mendesak Pemerintah dan DPR RI segera membatalkan Kontrak Karya PT JMI dan segera mendukung pengembangan ekonomi berkelanjutan yang diusung warga.

Kontak media: Luluk Uliyah, 08159480246

Sumber: www.jatam.org

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here