Beberapa hari yang lalu ketika saya sehabis mengikuti diskusi di sebuah SMK di Tangerang, beberapa murid mendekati saya dan bertanya bagaimana tanggapan saya dengan diskriminasi etnis Cina (atau Tionghoa) ?
Saya kemudian balik bertanya, alasan apakah sehingga pertanyaan tersebut diajukan?
Mereka kemudian bercerita bahwa mereka masih sering mendapat ejekan sebagai etnis Cina. Betapapun etnis Cina sudah diakui sebagai salah satu etnis di Indonesia dan kebudayaannya pun sudah dapat dinikmati dengan bebas, seperti perayaan Imlek dan pertunjukan Barongsai.
Waktu itu saya mengatakan, adanya perlakuan yang diskriminatif terhadap etnis Cina sudah berlangsung lama sejak sebelum negara ini berdiri. Dan hal tersebut semakin dilanggengkan oleh kebijakan pemerintah Indonesia yang melarang segala hal yang berkaitan dengan Cina. Pelarangan sekolah yang berbahasa Cina, pemakaian aksara Cina dan unsur kebudayaan Cina serta semua hal yang berbau Cina. Awal tujuan dari pelarangan tersebut merupakan pembatasan agar terjadi tidak ada penonjolan diri atas kebudayaan tertentu didalam negara yang plural seperti Indonesia. Tapi yang terjadi kemudian, segala hal yang berkaitan dengan Cina dianggap ekslusif. Karena memperlihatkan apapun yang berhubungan dengan Cina, dapat dianggap melanggar hukum negara. Sehingga kemudian terkenal adanya stereotipe orang Cina sebagai orang yang kaya, sombong dan pelit.
Dari pertemuan tersebut, tidak banyak memang yang saya diskusikan dengan mereka karena mereka juga harus masuk kelas. Dari wajah mereka saya melihat, masih banyak yang mereka ingin tanyakan terutama tentang kenapa diskriminasi terhadap etnis Cina masih saja terjadi? Dari obrolan mereka ini, salah satu dari mereka juga menyinggung tentang peristiwa Mei, yang membawa banyak korban dari etnis Cina.
Sejujurnya, saya jadi berpikir dengan pertanyaan mereka. Yang ada dalam benak saya adalah kenapa etnis Cina begitu dibenci oleh etnis lain? Kenapa mereka begitu sering diperlakukan tidak adil? Dan kenapa ketika terjadi masalah di Indonesia, etnis ini juga yang sering dituduh sebagai dalangnya?
Saya jadi ingat sebelum peristiwa Mei terjadi, harga-harga barang naik dan etnis Cina inilah yang dituduh sebagai pembuat harga naik karena mereka banyak terlibat dalam perdagangan. Kemudian ketika kerusuhan terjadi, begitu banyak toko, rumah, tempat usaha, semua harta benda mereka dijarah atau dibakar, dan bahkan para perempuan etnis Cina dilecehkan secara seksual atau diperkosa (Catatan: Perkosaan etnis Cina itu sendiri tidak diakui oleh pemerintah Indonesia pada waktu itu, dengan pernyataan menteri Peranan Wanita saat itu, Ibu Tuti Alawiyah, yang mengatakan bahwa tidak ada perkosaan terhadap perempuan etnis Cina pada 12-14 Mei 1998).
Kemudian pada masa reformasi, dengan adanya era keterbukaan, etnis Cina diijinkan untuk kembali menampilkan budaya dan tradisinya, sebagai satu etnis yang hidup di Indonesia. Namun kenyataannya masih saja perlakuan tidak adil kembali terjadi. Etnis Cina masih dianggap sebagai warga negara keturunan dalam undang-undang kewarganegaraan, sehingga masih wajib memiliki surat keterangan kewarganegaraan dalam pengurusan KTP, akte kelahiran, akte nikah, kartu keluarga, paspor dll. Padahal etnis Cina sudah berada di indonesia, jauh sebelum negara Indonesia di bentuk, dan sudah membaur dengan etnis lainnya. Dan lebih tidak adilnya, pungutan untuk pengurusan surat-surat tersebut akan lebih mahal pada etnis Cina dibandingkan pada WNI.
Dan sekarang, masih tetap perlakuan tidak adil terjadi. Seperti yang diperjuangkan ibu-ibu dari Perhimpuan Perempuan Tionghoa Miskin, mereka memperjuangkan keadilan dalam pengurusan surat berharga tersebut dan ingin menunjukkan bahwa mereka adalah warga negara Indonesia juga, bukan yang disebut warga negara keturunan, karena mereka dilahirkan, besar dan hidup di negeri ini. Mereka berciri fisik sama, berbahasa sama, bertingkah laku sama dan dengan keadaan ekonomi yang tidak jauh berbeda dengan kaum miskin WNI. Yang membedakan adalah mereka memiliki tradisi yang diambil dari tradisi Cina, seperti perayaan tahun baru Imlek dll.
Indonesia merupakan negara yang terdiri dari berbagai macam etnis. Dan itulah yang membuat kaya kebudayaan nasional. Sebuah kebudayaan dapat menghilangkan kebudayaan yang lain itu karena kesombongan dari tiap pelaku budaya untuk menampilkan kebudayaannya masing-masing. Namun, seharusnya dominannya satu kebudayaan tidak akan menggeser kebudayaan lainnya, terutama akhirnya bersikap diskriminatif terhadap etnis lain.
Yang pasti, sikap diskriminatif dan merendahkan etnis lain, bukanlah ciri dari bangsa Indonesia yang mengaku berBhinneka Tunggal Ika.
Selamat Imlek, Gong Xi Fa Cai, Xinnian Kuaile !