Banjir Saat Ini, Pengusuran Esok Hari

0
603

29 Januari 2002 adalah hari awal bencana nasional, banjir terjadi di beberapa tempat di Indonesia. Jakarta merupakan satu dari sekian daerah yang terkena banjir. Kurang lebih 80% wilayah Jakarta terendam banjir dengan ketinggian rata-rata 10- 200 cm. Diperkirakan kurang lebih 300 ribu orang mengungsi dari rumah mereka yang kebanjiran dan sekitar 13 ribu diantaranya tergolong miskin (Tempo, 17 Februari 2002. Kian miskin akibat bah). Saat itu, cukup banyak orang yang menuding Gubernur Sutiyoso selaku Pemerintah Daerah DKI tidak mampu mengantisipasi kejadian banjir yang semula sudah mampu diprediksi oleh Badan Metereologi dan Geofisika (BMG).

Pemerintah kota menuding bahwa mereka yang tinggal di pemukiman sepanjang bantaran kali sebagai penyebab banjir. Bangunan piggir kali itu mempersempit aliran air, misalnya, Bantaran Kali Kanal Barat menyempit dari 75 meter menjadi tinggal 20 meter. Memang banyak warga miskin Jakarta yang tinggal di bantaran kali, dengan perkiraan tempat yang paling padat adalah di bantaran Kali Angke, Kanal Banjir (Barat) dekat jalan tol menuju Bandara Soekarno Hatta Cengkareng, dan kampung Poglar. Harga sewa rumah di daerah sekitar bantaran kali memang murah karena beresiko tinggi untuk banjir.

Dan lucunya mereka mendapatkan ijin sah untuk mendirikan bangunan di sepanjang bantaran kali bahkan membayar pajak, listrik ataupun iuran dalam bentuk lain ke pemerintah.

Di sisi lain ada sebuah fenomena menarik, di samping banyaknya rumah-rumah yang berdiri sepanjang bantaran kali, yaitu kondisi tanah yang semakin menurun. Daerah-daerah yang terkena banjir beberapa minggu ini jika dibandingkan data dari Bapedalda merupakan daerah yang sejak tahun 1999 telah diidentifikasikan sebagai tanah yang mengalami penurunan/ambles (lihat: Wajah kebijakan Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta).

Sejak tahun lalu, Sutiyoso memang gencar melakukan penggusuran besar-besaran. Rumah yang berdiri dengan radius 5 meter di sepanjang bantaran kali digusur. Kurang lebih 1500 rumah telah dirobohkan oleh Pemda dan sekitar 5000 kepala keluarga kehilangan rumah mereka. Penggusuran ini pun tampaknya masih akan berlanjut setelah banjir kali ini. Pemerintah berencana membangun kanal banjir timur dengan membebaskan lahan seluas 230 hektar. Untuk hal tersebut sudah disiapkan dana sejumlah Rp 25 miliar sisa anggaran tahun lalu, ditambah Rp 12 miliar anggaran tahun ini ditambah biaya penggalian sungai sekitar Rp 10 miliar (Tempo, 17 Februari 2002. Kian Miskin akibat bah).

Pembongkaran rumah-rumah tersebut, tentu saja menimbulkan lebih banyak lagi keluarga yang kehilangan rumah. Pemerintah Daerah belum mampu memberikan jalan keluar dari hal ini. Jika pemerintah daerah sudah tidak mampu memberikan jalan keluar harusnya hal ini menjadi tanggung jawab pemerintah pusat namun pada kenyataannya pemerintah pusat pun tidak melakukan apapun. Ironis sekali nasib penduduk miskin Jakarta. Kemiskinan bukanlah kehendak mereka, dan tinggal di sepanjang bantaran kali pun bukan keinginan mereka karena mereka tidak punya banyak pilihan. Mereka harus menghadapi banjir ditambah kemudian penggusuran atas rumah mereka. Negara sudah mengingkari hak mereka atas tampat tinggal yang layak dengan main gusur tanpa mencoba membantu latar belakang kesulitan struktural mereka.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here