Nasabah BII tentu khawatir uang mereka tidak akan kembali karena kredit macet tersebut. Namun pada hari Senin 5 November 2001 yang lalu, muncul pengumuman dari pemerintah yang melegakan hati para nasabah : pemerintah secara resmi mengambil alih seluruh kredit macet Sinar Mas. BII mendapat suntikan dana dari pemerintah dalam bentuk obligasi daur ulang. “Kini BII tak perlu lagi repot mencari dana masyarakat untuk mengganti bunga Sinar Mas yang tertunggak itu,” kata Cholil Hasan, Ketua Tim Pengelola BII.
Mengutip tab
loid Kontan, sebetulnya masyarakatlah yang paling dirugikan, karena muara kewajiban pembayaran bunga untuk BII akan dianggarkan dari APBN. Pemerintah harus menyediakan uang tunai sebanyak- banyaknya yaitu dari peningkatan pajak dan pengurangan subsidi BBM serta listrik atau mungkin juga dari hutang luar negri. Kontan menghitung bahwa bunga yang harus dibayar pemerintah besarnya Rp 502 milyar per tahun. Jika dibagi dengan 220 juta penduduk Indonesia, maka tiap warga negara harus patungan Rp 2280,- per tahun untuk Eka. Dan diantara 220 juta penduduk tersebut, 20 juta lebih di antaranya adalah pengangguran.
Bagaimana tanggung jawab Eka sendiri? Konon ia sudah memberikan jaminan kekayaan pribadi kepada pemerintah untuk suntikan dana tersebut. Jika omzet Sinar Mas dianggap kurang untuk menutupi persyaratan hutangnya, aset Eka yang lain akan dilepas kepada pemerintah. Eka saat ini tercatat masih memiliki beberapa aset besar seperti Asia Food & Properties yang berbasis di Singapura dan memiliki sayap di Cina dan AS, PT Duta Mas Pertiwi, Hunian terpadu Ambasador Kuningan, Cempaka Mas, ITC Roxy Mas dan salah satu pemilik Plaza Indonesia. Namun, ketika penandatanganan jaminan berlangsung, isi surat jaminan itu tidak dibacakan seperti selayaknya, hal tersebut disebabkan karena dalam isi jaminan tersebut, Eka meminta suatu prasyarat khusus. Persyaratan yang tidak diketahui publik inilah yang menjadi salah satu hal yang menjadi tanda tanya mengganjal di antara sekian banyak ganjalan. Apakah Eka masih dalam posisi layak mengajukan syarat? Ganjalan lainnya adalah mengenai Ambasador Kuningan yang juga masuk menjadi jaminan, padahal para penghuninya sudah membayar uang kepemilikan apartemen. Ganjalan paling besar, adalah pertanyaan apakah pantas secara moral dan hukum seorang pengusaha yang kreditnya macet sebesar trilyunan rupiah masih bisa bebas mengurusi kerajaan bisnisnya dari Singapura padahal ia mengakibatkan rakyat harus memikul permainan bisnisnya ? Dan kasus pengusaha macam Eka Tjipta bukanlah satu- satunya yang terjadi di Indonesia. Bayangkanlah beban yang ditanggung rakyat!
Jumlah sebesar Rp 2280,- per tahun itu hanyalah beban rakyat untuk menalangi hutang Eka, namun bila dihitung total, setiap warga negara Indonesia harus menanggung Rp 7,3 juta warisan hutang, baik yang dibuat oleh negara maupun pengusaha macam Eka.