Kasus Trisakti, Semanggi I-II yang telah usai dibahas dalam Pansus DPR dan telah paripurna tugasnya, ternyata tidak melegakan hati para korban dan keluarga korban, bahkan justru mengecewakan. Ternyata dari hasil Pansus DPR tersebut direkomendasikan bahwa kasus Trisakti, Semanggi I-II hanya diselesaikan melalui pengadilan biasa atau melalui pengadilan militer yang sudah berjalan pada waktu itu, bukan melalui pengadilan HAM ad-hoc seperti yang diharapkan para korban dan keluarga korban.
Menanggapi kekecewaan ini, ternyata para korban dan keluarga korban tidak menyerah hanya sampai disitu saja. Mereka tetap berusaha dengan mendesak Komnas HAM untuk membentuk KPP HAM untuk kasus Trisakti, Semanggi I-II. Usaha ini juga dibantu oleh para mahasiswa terutama dari Trisakti dan AKKRA (Aliansi Korban Kekerasan Negara), juga beberapa lembaga lainnya seperti Kontras dan Tim Relawan untuk Kemanusiaan.
Setelah melalui usaha yang cukup keras akhirnya KPP HAM Trisakti, Semanggi I-II dapat dibentuk. Dalam proses penyusunan tim kerjanya sendiri cukup alot karena beberapa kali mengalami tambal-sulam. Setelah tim terbentuk, proses penandatanganan Surat Keputusan mengenai pembentukan KPP-HAM ini dari Ketua Komnas HAM H. R. Djoko Soegianto, SH sendiri mengalami penguluran waktu. Surat Keputusan Komnas HAM Nomer 034/KOMNAS HAM/VII/2001 tertanggal 30 Juli 2001 baru ditandatangani pada minggu ketiga bulan Agustus. Alasan penguluran waktu tersebut tidak jelas, sehingga menimbulkan tanda tanya dari masyarakat yang menanti-nantikannya.
Tim kerja KPP-HAM ini memiliki masa kerja tiga bulan untuk proses penyelidikannya, namun jika dalam masa waktu tersebut belum selesai dapat diperpanjang 90 hari. Dalam menjalani tugasnya tim ini mempunyai wewenang sesuai dengan UU No. 39/1999 Pasal 89 ayat 3 dan UU No. 26/2000 Pasal 19 yakni melakukan penyelidikan dan pemeriksaan terhadap peristiwa yang terjadi dan kasus-kasus yang berkaitan, meminta keterangan pihak-pihak korban, memanggil dan memeriksa saksi-saksi dan pihak-pihak yang diduga terlibat dalam pelangaran HAM, mengumpulkan bukti-bukti tentang dugaan pelanggaran HAM, meninjau dan mengumpulkan keterangan di tempat kejadian dan tempat lainnya yang dianggap perlu, serta kegiatan lain yang dianggap perlu. Hasil kerja tersebut kemudian diserahkann kepada Sidang Paripurna Komnas HAM untuk mendapat pengesahan yang kemudian diserahkan kepada Kejaksaan Agung untuk ditindaklanjuti.
Sebagai proses awal kerja tim ini, pada hari Kamis, 6 September 2001 telah menerima berkas perkara dari TGPF (Tim Gabungan Pencari Fakta). Berkas perkara tersebut diserahkan langsung dari mantan ketua TGPF Marzuki Darusman kepada ketua KPP-HAM Trisakti, Semanggi I-II Albert Hasibuan. Berkas perkara hasil temuan TGPF tersebut secara lengkap tersimpan di Departemen Kehakiman RI. Hasil temuan TGPF ini tentunya akan sangat berguna bagi kerja tim ini, karena tim ini akan bekerja dengan mengadakan penyelidikan mulai dari Tragedi Trisakti 12 Mei 1998 sampai dengan Tragedi Semanggi II 24 September 1999.
Bapak Albert Hasibuan dalam kata sambutannya pada hari penyerahan berkas perkara tersebut telah menyatakan bahwa tim kerja KPP-HAM ini akan bekerja dengan bersandar pada aspirasi korban dan keluarga korban sehingga nantinya akan dapat memperkuat rekomendasi yang akan dikeluarkannya bahwa memang pada kasus-kasus tersebut terjadi pelanggaran HAM berat.
Apakah Komnas HAM melalui KPP HAM Trisakti, Semanggi I-II akan dapat merekomendasikan akan adanya pelanggaran berat HAM pada kasus-kasus tersebut dan dapat diselesaikan melalui pengadilan HAM ad-hoc? Kita akan dapat melihat hasilnya dalam tiga bulan ke depan. Tentunya dengan harapan hasilnya tidak mengecewakan para korban dan keluarga korban, juga demi tegaknya supremasi hukum di tanah air kita ini.