Tanggal 13 November 2001 ini, Komisi Penyelidik Pelanggaran (KPP) HAM Trisakti, Semanggi I dan II mengadakan konferensi pers untuk menginformasikan kepada masyarakat tentang hasil penyelidikan yang telah dilakukan selama ini. Sengaja tulisan ini dibuat secara utuh agar masyarakat dapat memperoleh informasi lengkap. berikut ini beberapa hal-hal penting dari Laporan Perkembangan Penyelidikan Trisakti, Semanggi I dan II yang dibacakan oleh Hendardi saat jumpa pers di Komnas HAM :
Bentuk Pelanggaran HAM
Dari perkembangan hasil penyelidikan yang selama ini dilakukan KPP, termasuk pemeriksaan lapangan di beberapa lokasi, yakni halaman kampus Unika Atmajaya, Jl. Garnisun, dan sepanjang Jl. Sudirman tempat dimana terdapat korban jatuh dalam peristiwa Semanggi I dan II, ditemukan dugaan telah terjadi banyak sekali pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan aparat keamanan yang terjadi dalam peristiwa-peristiwa diatas. Mulai dari penangkapan, penahanan sewenang-wenang, penganiayaan sampai dengan pembunuhan. Sementara itu, khusus untuk peristiwa Semanggi I dan II juga ditemukan dugaan telah terjadi bentuk pelanggaran berat hak asasi manusia dalam bentuk pembunuhan, penganiayaan, dan perampasan kemerdekaan.
Kesemua tindakan di atas merupakan pelanggaran terhadap hak akan kebebasan dan hak hidup.Kesemua korban yang muncul dalam ketiga peristiwa tersebut tersebar ke dalam beberapa wilayah, seperti; pada peristiwa Trisakti, korban jatuh dibeberapa lokasi, antara lain halaman kampus jalan raya sepanjang Universitas Trisakti, Tarumanagara, Walikota, dan kantor Kodim Jakarta Barat. Pada peristiwa Semanggi I, korban jatuh dibeberapa lokasi seperti halaman kampus Unika Atmajaya, jalan raya Sudirman (tepatnya di depan Gedung Danamon). Pada peristiwa Semanggi II korban jatuh tersebar dibeberapa lokasi seperti jalan Garnisun, fly over Casablanca, Benhil dan sekitarnya serta Slipi.
Tipologi Korban
Korban-korban dari penyerangan aparat keamanan tidak selalu mahasiswa yang sedang melakukan aksi. Melainkan juga mahasiswa yang tidak melakukan aksi, yang saat itu sedang bertugas sebagai relawan medis untuk membantu rekan-rekannya yang mengalami luka-luka. Selain itu masyarakat biasapun tidak luput dari tindak kekerasan aparat. Bahkan, dari seluruh jumlah korban yang teridentifikasi (156 orang ) beberapa diantara mereka menderita luka berat dan 32 orang meninggal dunia pada 3 peristiwa tersebut. Sehingga dapat dikatakan bahwa sasaran ataupun korban tidak dilandaskan atas dasar karena “brutalitas” demonstran khususnya yang berada dalam posisi front terdepan. Seperti yang selama ini dikemukakan para pejabat tinggi TNI dan Polri bahwa tindakan aparat keamanan terpaksa dilakukan karena adanya perbuatan anarkhi massa. Kenyataan ini didukung dengan fakta-fakta lain di bawah ini. Bahwa hampir semua selongsong yang ditemukan di lapangan maupun bersarang di dalam tubuh korban menunjukkan karakteristik sama. Yakni peluru tajam. Tentu akan berbeda dampaknya jika peluru yang digunakan aparat keamanan benar-benar merupakan peluru karet/hampa.
Model Operasi dan Pengendalian Pasukan
Dibeberapa lokasi aksi mahasiswa yang berakhir dengan kekerasan, hampir selalu diketemukan seseorang yang mencurigakan (penyusupan) termasuk yang melakukan upaya provokasi dengan tujuan memicu serangan aparat. Menurut keterangan beberapa orang saksi, orang yang mencurigakan tersebut telah berada di lokasi sebelum dan sesudah bentrokan, bahkan terlibat dalam penyusunan rencana aksi (setting aksi). Dalam kaitan dengan permasalahan ini terdapat beberapa orang yang berhasil diidentifikasi dan diduga kuat sebagai informan.
Secara umum tindakan represif sejumlah pasukan yang berada di lokasi aksi mahasiswa menunjukkan adanya perintah atasan. Salah satu contoh, dalam peristiwa Trisakti. Jika merujuk pada prosedur tetap yang digunakan – khususnya tentang perintah untuk menindak mahasiswa yang melakukan aksi keluar kampus- secara eksplisit tertulis dalam protap tersebut aksi mahasiswa keluar kampus tidak dibenarkan. Tentu pedoman teknis operasional ini tidak berbeda (baca ;sejalan) dengan pernyataan publik yang sering dilontarkan oleh pejabat tinggi di lingkungan ABRI. Untuk soal Semanggi I dan II, terdapat adanya operasi Mantap Brata IV yang bertujuan untuk melakukan pengamanan kamtibmas dan secara lebih khusus untuk pengamanan Sidang Istimewa November 1998, Pemilu Juni 1999, dan Sidang Umum Oktober 1999. Selanjutnya juga ditemukan indikasi penempatan pasukan di beberapa lokasi. Sehingga patut diduga pelaku-pelaku lapangan tersebut tidak memiliki suatu keadaan yang cukup untuk melakukan tindakan sendiri-sendiri, atau terpisah dari kendali komandan pasukan atau atasan masing-masing. Dengan demikian tindakan atau keterlibatan pelaku-pelaku di lapangan tersebut lebih merupakan hasil dari suatu kerja terorganisir lembaga ABRI (TNI dan Polri) yang berhasil menghubungkan mereka satu sama lain untuk suatu agenda represif.
Dalam kaitan dengan terjadinya peristiwa tersebut KPP menemukan adanya kebijakan strategis maupun operasional ABRI (TNI dan Polri) yang berkaitan dengan locus dan tempus delicti dari ketiga peristiwa tersebut. Selain itu juga dapat dilihat adanya mobilisasi pasukan dalam skala tertentu, akibat adanya peluru yang digunakan, komando dan kendali operasi yang berlangsung. Oleh karena itu menurut kami membutuhkan penjelasan dan klarifikasi lebih lanjut.
Munculnya Kelompok Sipil
Pada peristiwa Trisakti, Semanggi I dan II itu terjadi, KPP juga menemukan munculnya beberapa kelompok sipil yang dipersenjatai turut juga melakukan penekanan terhadap aksi mahasiswa, bahkan diberi ruang untuk melakukan tindakan kekerasan. Bahwa peristiwa Trisakti, Semanggi I dan II tidak dapat dipisahkan dari peristiwa lain yang terjadi pada kurun waktu yang tidak terlalu jauh. Dalam hal ini kasus Penculikan dan Tragedi Mei’98. Sulit untuk membongkar ketiga peristiwa tersebut (Trisakti, Semanggi I dan II) serta mengungkapkannya secara lengkap dan utuh jika penyelidikan yang dilakukan menutup diri terhadap kemungkinan-kemungkinan lain yang juga penting.
Langkah KPP selanjutnya Didasarkan temuan-temuan di atas, KPP akan segera melanjuti penyelidikan Trisakti, Semanggi I dan II dengan melakukan pemeriksaan terhadap peristiwa lain yang berkaitan dengan ketiga peristiwa tersebut.
Dengan didasarkan pada temuan-temuan diatas, maka KPP HAM akan melakukan sejumlah kegiatan berkenaan dengan verifikasi data temuan di atas dan pemanggilan terhadap sejumlah saksi dari kalangan masyarakat serta sejumlah pejabat aktif dan purnawirawan untuk dimintai keterangannya berkaitan dengan peristiwa itu. Pemanggilan ini perlu dilakukan guna kelengkapan data dan fakta yang telah diperoleh KPP HAM Trisakti, Semanggi I dan II.
KPP HAM sedang meminta secara resmi dokumen-dokumen negara dan institusi terkait guna kelengkapan dan keperluan penyelidikan lebih lanjut sehingga tercapai bukti permulaan yang cukup guna ditindaklanjuti pada tahap selanjutnya oleh Kejaksaan Agung yakni PENYELIDIKAN.
Khusus terhadap temuan dalam peristiwa Semanggi I, Semanggi II dan kaitannya dengan peristiwa lain, KPP akan segera melakukan penelusuran dan pemeriksaan lanjutan mengenai sebab-sebab yang menjadi latar belakang terjadinya peristiwa tersebut.