Suasana meriah dalam peringatan Kartini day ala BMI HK itu cukup menguncangkan Victoria minggu tersebut. Musik dangdut yang dilantunkan oleh para penyanyi BMI yang tak kalah merdunya dengan penyayi dangdut Ibukota itu telah mampu mengoyang penonton untuk turut berjoget ria. Musik Atom Band, yang semua personilnya adalah BMI HK juga memecah kerinduan kawan-kawan BMI akan lagu-lagu kaum muda yang sedang dilanda kerinduan akan kekasih yang nun jauh di Indonesia sana. Tak urung semua penat dan gundah selama seminggu bekerja di rumah majikan lenyap pada hari itu karena semua bergoyang dan bernyayi bersama.
Drama Punokawan yang disutradarai oleh Desi, anggota IMWU mampu memberikan suguhan yang cukup educative dan tidak membosankan karena nuansa guyon tentang apa itu Word Trade Organization (WTO) dan mengapa kaum buruh migrant harus turut berdiri dan bergandengan tangan untuk melawan gerakan anti WTO.
Drama perkosaan dan penindasan “Tegar diatas badai” , yang diambil dari kisah nyata salah seorang TKW HK dan di sutradarai oleh Mega dan tampil sebagai pemeran utama Eius anggota IMWU asal Jawa Barat yang cukup menghayati perannya tersebut membuat penonton menangis dan tergugah hatinya untuk bersatu dan melawan ketidak adilan yang selama ini mereka alami. Tak urung lebih dari 200 anggota baru mendaftar menjadi anggota IMWU pada minggu 17 April 2005 tersebut.
Hadir dalam acara ini, Ms. Elizabeth Tang dari serikat buruh local, HKCTU, Mr. Kitmen Chung- APPIH, Suzana dari HKPA, Reiko Harima dari AMC dan beberapa lawyer yang selama ini cukup bersimpati dengan nasib buruh migrant Indonesian di HK untuk menyampaikan dukungan dan rasa solidaritas mereka.
Banyak yang enggan bicara – Data underpay di Labor Department 20 persen
Sedikitnya buruh migran Indonesia (BMI) yang mau angkat bicara menyebabkan data underpayment yang dimiliki Labor Department Hong Kong sangat kecil. Demikian diungkapkan oleh Ms Wong, staff Labour Department HK … dalam dialog publik yang diselenggarakan oleh Indonesian Migrant Workers Union (IMWU) pada Minggu (17/4) di Taman Victoria.
Dialog publik yang diselenggarakan di tengah-tengah acara peringatan Hari Kartini tersebut dihadiri oleh lebih dari 2000 orang BMI dan dibanjiri dengan pertanyaan seputar masalah underpayment. Selain Ms Wong, tampil dalam acara yang dipandu oleh Nurul Qoriah dari Asian Migran Centre tersebut Devi Novianti dari Christian Actions Domestic Helpers program (DMW) yang juga pengasuh rubrik Konsultasi Hukum di SUARA.
“Saya memahami persoalan underpayment di kalangan pembantu Indonesia itu sangat banyak tetapi catatan kami di Labor department hanya sekitar 20 persen. Sedikitnya jumlah tersebut antara lain karena tampaknya masih banyak pembantu Indonesia yang enggan angkat bicara,” jelas Ms Wong menjawab lima penanya yang hampir semuanya menyangkut masalah underpayment. Dia menjelaskan bahwa selama ini lembaganya sudah mencoba berupaya keras memberantas masalah tersebut. Namun dia juga mengaku kalau hasilnya memang belum maksimal.
Sementara itu, ketua Kotkiho Sumiati justru tidak setuju jumlah 20 persen itu dikatakan sebagai jumlah yang kecil. Di tempat terpisah, kepada SUARA, perempuan yang biasa dipanggil Mia ini mengatakan bahwa 20 persen itu jumlah yang sangat besar dan pemerintah Hong Kong sudah harus melakukan sesuatu yang lebih konkret.
“Kecil itu dilihat dari mana? Kalau angka 20 persen itu diambil dari total jumlah BMI di Hong Kong, itu artinya sudah hampir 20.000. Bagaimana mungkin jumlah 20.000 orang yang melapor itu dianggap sebagai jumlah yang kecil?” tanyanya, Senin (18/4).
Sebagai catatan, menurut penelitian yang dilakukan oleh Asian Migran Centre pada akhir tahun 2004 yang juga dipublikaskan dalam SUARA edisi April 2005, sebanyak 46 persen BMI di Hong Kong mengaku digaji underpay. Dan dari penelitian yang melibatkan seribu lebih responden tersebut, terdapat beberapa responden yang digaji tak lebih dari 1500 dolar HK.
Gak punya bukti? Bikin saja buku harian
Menuntut majikan yang seenaknya menggaji pembantu mereka dengan gaji underpay (di bawah standar) ternyata memang tidak mudah-mudah amat. Hal itu terutama berkait dengan sulitnya mendapatkan bukti yang kuat untuk diajukan ke pengadilan.
Berkait dengan hal tersebut Devi Novianti dari Christian Action Migrant Workers Program (DMW) menyarankan para buruh migran Indonesia (BMI) yang bekerja di Hong Kong untuk membuat catatan harian yang lengkap dan rapi. Saran tersebut dia ungkapkan pada acara dialog publik di Lapangan Rumput Victoria Park yang diselenggarakan dalam rangka menyambut Hari Kartini, Minggu (17/4) lalu.
Seperti diketahui bersama, masalah keberadaan bukti yang kuat adalah kendala utama yang sering dialami oleh para BMI dalam menuntut majikan mereka di pengadilan. Akibatnya, tidak semua tuntutan dari mereka dimenangkan oleh pengadilan padahal senyatanya mereka telah digaji underpay.
Nah, dengan adanya catatan harian yang lengkap dan rapi, menurut Devi itu akan sangat membantu para BMI untuk memenangkan perkaranya di pengadilan. “Memang secara hukum catatan harian itu tidak bisa dijadikan bukti. Namun dengan adanya catatan harian yang lengkap itu akan sangat membantu para hakim untuk menilai mana yang sebenarnya berbohong,” ujarnya menjawab berbagai pertanyaan yang hampir semunya menyangkut masalah underpayment.
Perlunya membuat sebuah catatan harian yang rapi tersebut sebenarnya sudah lama dianjurkan oleh berbagai pihak yang peduli dengan besarnya kasus underpayment di kalangan BMI. Akhir tahun lalu misalnya, dalam sebuah seminar yang berlangsung di Service Centre milik Christian Action di Kowloon City, kepala polisi setempat yang menjadi pembicara dalam seminar tersebut juga menyinggung pentingnya catatan harian tersebut.
Di samping itu, dalam berbagai kesempatan pelatihan yang diadakan untuk kalangan BMI, beberapa pembicara dari kalangan Labor Departmen juga sering menyinggung soal perlunya catatan harian ini.
Dari berbabagai pengalaman yang ada selama ini, beberapa hal lain yang bisa dijadikan modal menuntut majikan yang menggaji underpay ke pengadilan antara lain kwitansi penerimaan gaji, rekaman dan juga catatan dalam rekening bank si BMI.
Sumber: Milis Buruh Migran