Tanggal 17 Juli 1998, dalam konfrensi Diplomatik Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) telah menghasilkan satu langkah penting dalam penegakan Hak Asasi Manusia (HAM) yaitu disetujuinya Statuta Roma. Statuta Roma, sebuah perjanjian untuk membentuk Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court) untuk mengadili tindak kejahatan kemanusiaan dan memutus rantai kekebalan hukum (impunity). Dari 148 negara peserta konfrensi; 120 mendukung, 7 menentang dan 21 Abstain.
Ada empat jenis tindak pelanggaran serius yang menjadi perhatian internasional, yaitu:
1. Genocide (genosida)
2. Crime Againts Humanity (kejahatan terhadap kemanusiaan)
3. War crimes (Kejahatan Perang)
4. Aggression (kejahatan Agresi)
Statuta ini belum bisa diberlakukan sebelum 60 negara meratifikasinya. Sampai Juli 2001, 37 Negara telah meratifikasinya dan 139 negara menyatakan persetujuannya. Jumlah ini tidak termasuk indonesia. Dalam statuta ini juga menjelaskan beberapa hal tentang struktur mahkamah, jenis pelanggaran, penyelidikan dan penuntutan, persidangan dan hukuman serta beberapa hal penting lainnya.
Amerika Serikat yang dikenal sebagai salah satu negara yang menjunjung nilai kemanusiaan merupakan salah satu negara – bersama dengan China dan Irak- yang menolak disahkannya Statuta Roma.
Beberapa mahkamah yang telah dibentuk untuk berbagai kasus pelanggaran berat HAM :
1. International Criminal Tribunal for Yugoslavia (ICTY), dibentuk pada tahun 1993
2. International Criminal Tribunal for Rwanda (ICTR), dibentuk oleh Dewan Keamanan 1994.