Zonder Lentera

0
694
Antara Foto

“Naik Piets Zonder Lentera itoe dilarang” itu salah satu dialog dari pertunjukkan Teater Bejana berjudul “Zonder Lentera” (Tanpa Lampu dalam bahasa Indonesia) pada 9 dan 10 Februari 2011 lalu di Gedung Kesenian Jakarta.

Cerita ini mengisahkan tentang dua anak muda bernama Willem Tan dan Johan Liem yang pulang kemalaman, di tengah hujan deras setelah nonton bola.  Di tengah jalan mereka di cegat seorang agen polisi pribumi bernama Kabalerang yang memergoki mereka naik piets (sepeda dalam bahasa Indonesia) zonder lentera.

Kepada polisi Willem berbohong bahwa mereka tinggal di Rumah Obat “Gwa Po Tong” dan nama mereka “Hong Hiang Ciu” dan “Cu Pek San” yang sebenarnya adalah nama-nama obat. Ternyata keisengan kedua anak muda ini membawa petaka besar bai Tan Tjo Lat seorang wijkmeester (Kepala Kampung dalam bahasa Indonesia) Tionghoa yang gemar main judi, memeras rakyat dan menjilat atasan.

Cerita ini merupakan salah satu tulisan dari salah satu sastrawan besar Melayu Tionghoa, bernama Kwee Tek Hoay. Semasa hidupnya, Kwee Tek Hoay telah menulis 25 karya sastra yang menjadi perhatian masyarakat seperti Boenga Roos dari Tjikembang (1927), Drama di Boven Digul (1929 – 1932) dan Kehidupannya Sri Panggung (1931).

Lahir tahun 1886 sebagai anak bungsu dari pedagang obat-obatan Tiongkok, Kwee Tjiam Hong. Kwee Tek Hoay besar di Bogor., Jawa Barat. Bermula dari kesenangan membaca dan menulis, kemudian beliau menjadi jurnalis dan redaktur di beberapa media, sampai akhirnya mendirikan sebuah toko serba ada KTH. Wafat tahun 1952, beliau telah meninggalkan karya-karya sastra Melayu Tionghoa terkenal yang hanya tertandingi oleh Pramoedya Ananta Toer.

Penulis: Diyah Wara R

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here