Air adalah kebutuhan vital yang menjadi barang publik (public goods) merupakan elemen terpenting bagi kelangsungan kehidupan manusia. Sejak diciptakan, tubuh manusia telah mengandung 60% unsur air. Pakar kesehatan telah menganjurkan minimal 2 liter air harus diminum setiap hari agar dapat menjaga fungsi ginjal. Kebersihan tanpa air sulit diciptakan, demikian pula para cendikiawan maupun ilmuwan menetapkan adanya suatu kehidupan diantaranya ditenggarai adanya air.
Dalam kaitannya dengan kebutuhan masyarakat akan tersedianya air bersih, maka di kota Jakarta berdiri PDAM (Perusahaan Daerah air Minum) semenjak tahun 1922, jauh sebelumnya berdiri atas andil pemerintahan kolonial Belanda dengan infrastruktur yang pada awalnya sangat sederhana.
Namun demikian, masih banyak masyarakat memanfaatkan kali Ciliwung / kali Cideng / kali Krukut dan sumur galian menjadi andalan pokok untuk mendapatkan air guna kebutuhan segala macam, dari mulai mandi, memasak, menyuci, minum hingga sampai untuk buang hajat sekalipun dikali.
Tak ada bedanya, pemerintahan kolonial Belanda (red, masyarakatnya sebagian telah maju) membangun prasarana air-minum yang bahan bakunya diambil juga dari sungai. Perbedaanya, air sungai (air kali) itu kemudian diolah lagi dengan kemajuan teknologi dimilikinya hingga diolah agar menjadi lebih bersih dan lebih jernih untuk bisa dimanfaatkan.
Suatu bangsa yang sebagian besar masyarakatnya telah maju “terpelajar” mengisyaratkan kebersihan adalah pangkal kesehatan. Mereka membudayakan bahwa sungai haruslah indah, bersih dari segala kotoran. Maka, rumah mereka sebagian besar dibangun akan menghadap sungai dimana semua limbah di buang ke tanah. Namun, beda sekali dengan suatu masyarakat masih dikatakan terbelakang, biasanya mereka akan membangun rumah dengan membelakangi sungai selain agar bisa praktis untuk membuang segala limbah, sehingga kali di kota cepat sekali menjadi keruh dan dangkal akibat limbah.
Perusahaan yang mengelola air minum tatkala itu disebut Perusahaan Air Leideng. Sementara masyarakat menyebut air yang keluar langsung dari kran dengan menamai istilah AIR LEIDENG. Bahkan nama istilah tersebut akhirnya membahana di semua kota yang telah memiliki sarana-prasarana air minum yang dikelola oleh perusahaan Belanda tersebut. Istilah tersebut yang telah membudaya di dalam masyarakat bahwa dikatakan air minum pada kenyataannya tidak dapat langsung diminum, melainkan harus dimasak dahulu untuk membunuh bakteri yang kemungkinan tidak mati oleh zat kimia (kaporit).
Demikian pula, meski setelah pengambi-alihan Perusahaan Leideng menjadi milik asset Pemerintah daerah (PEMDA) telah berubah nama menjadi Perusahaan daerah Air Minum (PDAM), kemudian berganti nama menjadi PAM JAYA (red, asset tetap milik Pemda DKI) hingga sekarang tak ada bedanya bahwa katanya istilah “air minum” adalah air yang tidak bisa langsung dapat diminum. Kononnya, pihak swasta akan merealisasikan program “Air Langsung Minum” di tahun 2007 dimana air olahan tersebut nantinya dapat langsung diminum oleh para konsumen air minum.
Air bersih adalah merupakan bagian dari hak asasi manusia yang fundamental harus dipenuhi bagi kelangsungan kehidupan manusia yang berada di atas permukaan bumi, maka sudah sewajarnya mendapatkan suatu proteksi memadai bagi kepentingan pemenuhannya.
Dalam konteks pengelolaan air bersih yang dipersepsikan seolah-olah berlimpah dan merupakan barang bebas, ternyata kian waktu semakin terbatas jumlahnya. Keterbatasan itu bisa disebabkan oleh berbagai alasan, seperti hal pertambahan penduduk sangat signifikan, erosi lingkungan (rusaknya lingkungan), dan sebagainya.
Meskipun demikian, pengelolaan air bersih tidak hanya melulu dipacu secara proporsionalitas dengan pertumbuhan penduduk yang meningkat pesat serta perkembangan wilayah dan industri yang cepat, namun seretnya dana dan mengbengkaknya biaya operasional juga merupakan suatu bencana yang besar.
Bencana itu mulai dari pengadaan penyedian air minum, mengelola, membangun dan memelihara sistem pelayanan air minum, memasang dan memelihara pipa-pipa transmisi dan pipa distribusi, menglola sistem pendistribusian air minum, menyediakan air minum dalam rangka membantu memenuhi kebutuhan fasilitas kota, meningkatkan mutu dan kesejahteraan untuk meningkatkan pelayanan umum.
Di beberapa wilayah yang memiliki garis pantai, air yang berasal dari sumur sudah tidak bisa direkomendasikan lagi untuk keperluan rumah tangga, terutama untuk aktivitas memasak karena adanya abrasi laut dan bentuk pencemaran lainnya. Maka, pasokan air minum untuk golongan masyarakat / wilayah yang kondisinya seperti itu amat bergantung pada Perusahan Daerah Air Minum (PDAM) (Kompas /22/10/2001). Namun menjadi ironis lagi, mereka yang hidup pas-pasan itu harus membeli air minum dengan harga yang lebih mahal dari sebagian orang yang tinggal di perumahan elite.
Saat ini pasokan air berkurang hampir sepertiganya dibandingkan dengan tahun 1970 ketika bumi baru dihuni 1,8 milyar penduduk dunia. Sebagian besar masyarakat desa di sebuah negara tropis (red, Indonesia) harus berjalan puluhan kilometer untuk mencari sumber air di musim kemarau.
Dan perlu diketahui masyarakat perkotaan belum semuanya mendapatkan pelayanan air bersih, baik kuantitas maupun kualitas. Banyak air tanah di perkotaan telah tercemar oleh bakteri dan logam, penyedotan air tanah secara berlebihan telah menurunkan permukaan air tanah dan menyusupnya (intrusi) air laut, sehingga kualitas air tanah pun makin menurun. Selain itu, hujan deras selama musim penghujan tidak lagi mampu mengisi air tanah di Jakarta dan daerah perkotaan lain yang padat penduduknya. Rumah-rumah yang berdesakan, gedung-gedung yang bertingkat menjulang, jalan-jalan yang beraspal, serta permukaan tanah yang penuh “penuh beton” menghalangi air hujan masuk ke dalam tanah. Sementara penyedian air bersih di masa depan amat bergantung kepada air pemukaan (surface water), selain dari sungai, sumur air artesis, mata air, dan sumber air lainnya.
Bahkan, masyarakat di beberapa wilayah lain di perkotaan ada yang akhirnya hanya menggunakan air PAM (Perusahaan Air Minum) untuk mandi, sedangkan untuk minum mereka terpaksa mengeluarkan uang ekstra untuk membeli Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) yang harganya lebih mahal dari bensin.
Warning ! harian Jepang Yomiuri Shimbun, Forum Air Dunia yang ke-3 di Osaka, Jepang (19/3) mengemukakan, bahwa air bersih kini sukar di jangkau masyarakat kelas bawah saat perusahaan-perusahaan swasta mulai menggarap bisnis tersebut. Menjadi pertanyaan, bagaimana nantinya 10, 20, 30 tahun mendatang?
*JJ Amstrong Sembiring, Koodinator Bidang Hukum KOMPARTA ( Komunitas Pelanggan Air Minum Jakarta )