Pemanasan Global sebagai krisis hak hidup

0
637

Akhir-akhir ini sering sekali kita mendengar istilah Perubahan Iklim (Climate Change) atau Pemanasan Global (Global Warming) dikampanyekan oleh berbagai pihak. Sebetulnya apa sih yang tengah terjadi? Pemanasan Global disebabkan oleh pembakaran bahan bakar fosil (batu bara, minyak bumi, gas, dan gas alam), yang menghasilkan karbon dioksida (CO2). Gas karbon dioksida (CO2) yang dihasilkan kemudian terperangkap di lapisan atmosfer, dan menyerap radiasi gelombang panjang (infra merah) panas matahari yang dipantulkan kembali ke bumi, sehingga memanaskan suhu bumi hingga mencapai 35 derajat celcius.

Pembakaran bahan bakar fosil yang terperangkap tersebut, biasanya berasal dari pembangkit listrik, rumah tangga, mobil, pabrik, ataupun membakar hutan. Selain Gas karbon dioksida (CO2), gas lain yang juga banyak menyumbang peningkatan suhu bumi adalah metan (CH4), clorofluorocarbon (CFC), oksigen nitrogen (Nox), hidrofluorcarbon (HFC), sulfur-fluor-carbon (SFC) dan perfluor-carbon (PFC). Gas metan banyak dihasilkan dari proses pembusukan materi organik seperti yang banyak terjadi di peternakan sapi dan penggunaan bahan bakar untuk kendaraan. Sedangkan gas CFC umumnya timbul dari sistem kerja kulkas dan AC.

Pemanasan Global yang terjadi ini kemudian mempengaruhi perubahan iklim di bumi kita, misalnya pola curah hujan. Contohnya di Indonesia, musim kemarau menjadi lebih lama dibandingkan dengan musim hujan. Bayangkan bagaimana para petani dan buruh tani yang seharusnya sudah menanam kembali sawahnya setelah musim panen, namun dikarenakan hujan terlambat datang, maka musim tanam akan mengalami kemunduran. Dan akibatnya, benih padi yang di simpan dapat kadaluarsa. Di Kecamatan Cilongok dan Rawalo, Banyumas, Jawa Tengah misalnya, para petani urung menanam karena tidak turun hujan. Sementara air dari jaringan irigasi tidak dapat menjangkau sawah mereka akibat debit air turun. Padahal benih padi sudah harus ditanam.  ((berita Kompas, 13 Januari 2007)) Selain itu akibat tidak turunnya hujan, terjadi kekeringan di sawah-sawah mereka, sehingga menimbulkan konflik sosial perebutan air irigasi, seperti yang terjadi di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. ((berita Kompas, 31 Juli 2007))

Namun ketka musim hujan datang, masalah petani dan penduduk lainnya, juga tidak berkurang. Diakibatkan suhu bumi yang makin memanas tersebut, curah hujan yang datang justru meningkat dari musim hujan sebelumnya. Bahkan sering diiringi dengan badai dan angin topan disertai petir. Seperti kita lihat di berita-berita televisi saat ini, di berbagai wilayah di Indonesia, sering terjadi badai dan angin topan melebihi tahun-tahun sebelumnya. Akibatnya pohon-pohon banyak yang tumbang, tanah longsor dan bencana banjir pun melanda. Seperti yang baru terjadi di Bogor, Jawa Barat pada Oktober 2007 lalu, badai dan angin kencang yang melanda wilayah ini, telah menumbangkan salah satu menara milik PLN (Pusat Listrik Negara), sehingga memadamkan hampir seluruh wilayah Bogor selama 24 jam lebih. Banjir yang datang juga telah meredamkan sawah dan ladang seperti yang terjadi di Kalimantan Selatan. Sebanyak 7.720 hektar sawah dan ladang terendam pada tahun 2007 ini (berita Kompas, 27 Februari 2007). Dan di akhir tahun 2007, ratusan hektar sawah dan ladang juga terendam di pulau Jawa.

Suhu bumi yang semakin hangat itu, ternyata juga mengakibatkan berbagai penyakit khas negara tropis, seperti Indonesia, misalnya malaria dan demam berdarah semakin meningkat. Selain juga menimbulkan penyakit-penyakit baru seperti flu burung, ebola dan penyakit hewan lain yang berpotensial menyerang manusia. Di beberapa daerah di Indonesia, telah ditemukan daerah-daerah dengan kasus demam berdarah yang termasuk dalam Kejadian Luar Biasa (KLB). Sampai pada bulan Februari 2007, terdapat kurang lebih 996 orang yang terkena demam berdarah di Jawa Barat, 300 pasien di Jawa Tengah dan 513 pasien di Jawa Timur. ((berita Kompas, Februari 2007))

Tidak hanya penyakit yang muncul, suhu bumi yang meningkat juga membuat es di kutub mencair. Air dari cairan es ini mengalir ke lautan dan membuat beberapa lautan di dunia menjadi lebih tinggi dari daratan. Dan negara-negara yang merupakan negara kepulauan termasuk Indonesia akan terkena dampaknya secara langsung. Pada November 2007 ini, beberapa daerah di sekitar pesisir laut Jakarta mengalami bencana banjir, akibat meluapnya air laut.

Berbagai bencana yang terjadi seiring dengan meningkatnya suhu bumi, merupakan dampak dari apa yang kita lakukan terhadap bumi, tempat tinggal kita. Kita-lah yang paling banyak menyumbangkan gas karbon dioksida (CO2), metan (CH4) dan clorofluorocarbon (CFC) lewat kegiatannya sehari-hari. Pengeluaran gas-gas tersebut melalui kendaraan bermotor, penggunaan energi listrik di pabrik-pabrik, perkantoran dan rumahtangga, kebakaran hutan dan sebagainya. Ke-semuanya merupakan penyumbang besar dari naiknya suhu bumi. Pemakaian energi yang berlebihan tersebut yang berdampak pada pemusnahan ras manusia secara perlahan, sebetulnya merupakan suatu tindakan yang mengabaikan kehidupan manusia sendiri.

Yang juga sering terjadi saat ini, dalam kaitannya dengan meningkatnya pembuangan gas penyebab suhu bumi meningkat yaitu, pengabaian terhadap kehidupan kita sendiri. Pengabaian terhadap hak hidup yang miliki setiap orang, tanpa mengenal kelas, agama, gender atau ras. Contohnya dalam pemanasan global ini, misalnya di kota-kota besar, orang-orang yang mampu lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi dibandingkan dengan kendaraan umum. Bayangkan gas karbon yang akan dikeluarkan oleh kendaran-kendaraan tersebut, apabila setiap orang mengendarai satu mobil atau motor. Gas-gas karbon tersebut akan berkeliaran dengan bebas, karena pohon-pohon yang tersedia tidak mampu menampungnya. Akibatnya gas tersebut akan dihisap oleh kita yang sering menggunakan transportasi publik. Dari data WHO (Organisasi Kesehatan Dunia), disebutkan bahwa 70% pencemaran udara di kota-kota besar berasal dari gas buangan kendaraan. Gas buangan kendaraan ini mengandung 70% karbon monoksida (CO2), 100% plumbum (Pb), 60% hidrokarbon (HC) dan 60% oksida nitrogen (Nox).

Contoh lainnya di daerah pedesaan misalnya, dengan pembukaan hutan atau lahan gambut menjadi perkebunan kelapa sawit dan sebagainya. Hutan atau lahan gambut yang menyimpan banyak gas metan ini dibuka dengan cara dibakar, akibatnya gas metan pun turut terlepas. Gas metan merupakan gas berbahaya 10 kali dari gas karbondioksida ini pun dapat mengenai kita. Kita menghirupnya dan bumi kita ternyata membutuhkan lebih dari 100 tahun untuk merehabilitasi dirinya dari gas ini. Dengan keadaan bumi, yang menjadi tempat tinggal kita rusak, bagaimana kita bisa melangsungkan hidup? Untuk hidup, kita membutuhkan makanan, yang bahan-bahannya di ambil dari apa yang di tumbuhkan di bumi kita. Kita membutuhkan air yang diambil dari pepohonan dan tumbuhan yang menyerapnya. Kita membutuhkan bumi yang sehat dan subur untuk hidup.

Bukan hanya itu, pengakuan terhadap hak hidup kita ((Pasal 3 DUHAM, Setiap orang berhak atas kehidupan, kebabasan dan keselamatan individu)), artinya pengakuan terhadap kemanusiaan kita. Dan pengakuan terhadap kemanusiaan artinya menghargai apa yang alam berikan untuk manusia, dan yang manusia berikan untuk alam. Tidak sekedar apa yang manusia berikan untuk manusia saja. Alam dan manusia semestinya saling dukung dalam kelangsungan hidup bersama. Itulah ekosistem. Apabila kita, sebagai manusia yang menghargai hak hidup kita, maka kita akan menghargai alam, melakukan upaya agar tidak terjadi bencana alam. Penggundulan hutan yang menyebabkan tanah longsor, salahnya pengelolaan pemukiman yang menyebabkan banjir atau pengrusakan hutan mangrove di pantai untuk kawasan niaga, semua merupakan tindakan kita sendiri yang tidak menghargai, menghormati dan memenuhi hak hidup kita sendiri. Dan sekaligus artinya kita akan merenggut hak hidup orang lain. Karena kita merupakan penyumbang semakin terkikisnya hak hidup tersebut. Pertanyaannya maukah kita akan terus seperti itu? Jika tidak maka mulailah dengan menghargai, menghormati dan memenuhi hak hidup yang kita dan orang lain miliki. Caranya, dengan mulai perduli dengan lingkungan hidup kita misalnya perduli dengan persoalan pemanasan global, yang berdampak pada krisis hak hidup kita.

Diyah Wara Restiyati – Anggota Sidang Redaksi Sekitarkita

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here